Sepucuk Surat Kaleng
Saat matahari belum bangun dari tidurnya, aku sudah bersiap dan hendak membantu ayahku untuk bekerja. Saat itu, aku pergi medahului ayahku untuk melakukan sesuatu. Sebelum aku membantu ayahku bekerja di sawah milik orang lain, aku mampir terlebih dahulu ke sungai yang ada di dekat sawah itu. Aku melakukan hal ini dengan sembunyi-sembunyi. Kumasukkan selembar
Surat itu berisi demikian :
”Bagi siapapun yang menemukan surat ini tolong balas surat ini. Aku hanya ingin
mencoba menemukan teman baru.”
Di dalam surat itu sudah kutuliskan alamat lengkapku. Tiba-tiba ayahku memanggil. ”Anton, cepat kemari nak !”. Segera saja ku lemparkan surat yang telah kumasukkan ke dalam sebuah botol plastik ke sungai. Aku berharap ada seseorang yang menanggapi surat dariku. Dan kini tiba saatnya aku membantu ayahku.
Keesokkan harinya aku melakukan aktivitasku dengan ayahku. Saat ini aku tidak sekolah karena faktor ekonomi keluargaku. Kalau dihitung, saat ini aku duduk di kelas 1 SMA. Dulu aku sempat sekolah sampai kelas 6 SD. Walaupun tidak sekolah, aku sering membaca buku-buku pelajaran yang aku pinjam dari temanku yang bersekolah.
Sejenak aku melamun. Aku membayangkan sampai dimanakah surat itu? Akankah ada orang yang membalas surat kaleng dariku? Tiba-tiba sahabatku datang. Ia mengagetkanku dari belakang.
”Dor !!” kata Andi, aku pun terkejut.
” ah kau, mengagetkanku saja. Awas ya nanti !”,jawabku.
”Pagi-pagi kok dah ngelamun ?” , katanya.
Aku langsung menjelaskan padanya tentang apa yang aku pikirkan.
Dia pun menjawab dengan nada menghina. ” ha..ha..ha...Anton...Anton, jaman sekarang mada ada orang yang mau mengambil surat kaleng. Bahkan membalas surat kaleng. Jangan berkhayal sampai segitunya Ton”
”biarin aja, aku yang menjalani kok kamu yang ribut! Akan aku buktiin, bakal ada orang yang membalas suratku ”, kataku kesal.
Tanpa terasa waktu cepat berlalu. Siang berganti dengan malam, hari-haripun berganti. Akupun tetap menjalani hidupku seperti biasa. Hanya membantu ayahku dari pagi samapi petang, dan sisa waktu kugunakan untuk membaca buku. Tak kusadari ternyata sudah seminggu dari saat aku melemparkan surat itu ke sungai.
Bermingu-minggu pun berlalu, kujalani hidup seperti biasa. Akupun telah melupakan surat kaleng itu.
Setelah 1 bulan berlalu, ada seorang petugas dari kantor pos yang memberiku sebuah amplop berisi surat. Aku pun melihat nama si pengirim di balik amplop itu. Namanya Nadia. Akupun membalas surat dari Nadia.
Setelah beberapa kali bersurat-suratan dengan Nadia, aku pikir aku dan Nadia cocok. Aku sering bertukar pikiran dengan dia. Dia pun demikian. Aku bercerita padanya tentang kehidupanku dan keluargaku. Diapun tidak mengucilkan aku karena pekerjaan ayahku. Dia memang orang yang baik hati. Dia mau menerima aku sebagai temannya tanpa memandang latar belakang kehidupanku.
Sampai pada suatu saat, aku mengajak dia untuk ketemuan di suatu tempat. Dia pun menyetujui ajakanku tersebut. Supaya lebih mudah untuk menemukan kami menyepakati menggunakan baju yang warnanya sudah ditentukan. Aku menggunakan kaos berwarna biru tua dan bercelanakan jeans dan menggunakan topi. Sedangkan Nadia menggunakan kaos berwarna merah dan menggunakan rok putih.
Sesampainya di sana, aku masih sulit menemukan Nadia. Aku sudah berputar-puter mengelilingi tempat tersebut tapi aq tidak menemukan orang yang bercirikan tersebut. Setelah aku menunggu sekitar 15 menit, aku pun mulai menyerah. Tiba-tiba ada seorang gadis yang menepuk pundakku. Aku merasa belum pernah bertemu sebelumnya. Segera ia menulis namanya di suatu buku catatan. ”AKU NADIA”.
Aku terkejut, aku baru tahu kalau Nadia itu ternyata bisu. Langsung saja aku pura-pura berpamitan dengan dia untuk ke kamar mandi. Aku berpikiran untuk meninggalkannya. Tetapi hati kecilku berkata demikian : ” Jangan Anton !!! Jangan Anton !!! Dia itu mau berteman dengan kamu. Dia juga tidak pernah mengucilkan kamu dan keluargamu. Apa kamu tega meninggalkan orang yang begitu baik padamu???”.
Aku merenung sejenak. Tanpa pikir panjang lagi, aku langsung kembali ke tempat Nadia duduk. Aku mulai mengajaknya bicara dan memulai suatu topik. Di tengah pembicaraan, aku bertanya padanya : ”Kenapa kamu tidak cerita kalau kamu seperti ini?”
”Aku takut... Aku takut kamu tidak mau berteman karena kekuranganku ini”, jawab Nadia dengan mengunakan tulisannya..
Aku pun berkata : ”kalau kamu jujur padaku, aku tidak akan mengejek kamu karena kekuranganmu ini. Sudahlah, aku yakin kamu pasti punya kelebihan yang tidak dimiliki oleh orang lain.. Eh, maaf, kalau boleh tahu sejak kapan kamu seperti ini?”
Jawab Nadia dengan menggunakan tulisannya lagi : ” aku seperti ini sejak aku lahir. Kalau aku bisa, aku tidak mau jadi seperti ini. Aku ingin bersosialisasi dengan orang banyak. Sayangnya itu tak mungkin. Tapi aku tetap mensyukuri keadaanku yang demikian.”
”Bagus !!! kamu memagn anak yang baik.”, jawabku
Kami sangat asik berbincang-bincang. Aku merasa semakin cocok dengannya. Ternyata sifatnya tidaklah buruk. Malahan, tanpa sadar, dia sudah mengajarkanku beberapa hal. Yang pertama, aku harus selalu bersyukur dengan apa yang saat ini aku miliki. Dan yang kedua, aku tidak boleh melihat seseorang dari fisiknya saja.
Setelah pertemuan kami tadi, aku terus memikirkan dia. Aku terngiang kata-katanya : ” aku seperti ini sejak aku lahir. Kalau aku bisa, aku tidak mau jadi seperti ini. Aku ingin bersosialisasi dengan orang banyak. Sayangnya itu tak mungkin. Tapi aku tetap mensyukuri keadaanku yang demikian.”. Aku selalu terbayang-banyang oleh kata-kata itu.
Tiap hari aku mulai mendoakannya. Aku ingin supaya dia bisa sembuh. Walaupun itu sangatlah sulit. Tapi aku percaya tak ada yang mustahil bagi Tuhan. Aku berdoa dan selalu berdoa untuk kesembuhannya.
Suatu ketika aku dapat kabar dari Nadia. Di mengirimkanku surat yang berisi mengajakku bertemu di tempat yang sama seperti waktu pertama kali kami bertemu. Aku menunggu di sana sekitar 5 menit. Lalu ada sebuah mobil BMW merah yang lewat. Dari dalam mobil itu keluarlaj seorang gadis. Dan gadis itu adalah Nadia. Aku bertanya padanya : ” lho, kenapa kamu ga bawa kertas? Bagaimana kita bisa berkomunikasi nanti?”. Dia menjawab dengan suaranya yang nyaring : ” aku sudah tidak membutuhkan kertas lagi untuk berkomunikasi”. Aku terdiam dan terkejut, sampai-sampai aku tidak bisa mengucapkan kata-kata lagi. Dia berkata :” Ini sebuah keajaiban !!!,saat aku bangun kemarin, tiba-tiba aku bisa berkata-kata. Awalnya aku juga kaget.”. Betapa senangnya aku mendengar hal itu. Aku berterima kasih sekali pada Tuhan, karena Ia telah menjawab doa ku. Akhirnya kami menghabiskan separuh hari bersama-sama.
Suatu saat, ketika aku akan menjemput Nadia untuk pergi bersama, aku mengalami kecelakaan. Aku ditabrak oleh sebuah Truk yang mungkin supirnya sedang mengantuk. Setelah itu aku tidak ingat kejadian apapun. Tiba-tiba saja saat aku ingin membuka mata, aku hanya melihat kegelapan di sekelilingku. Saat itu Nadia ada di sebelah ku untuk menungguiku. Aku bisa tahu kalau Nadia ada di sebelahku dari suara Nadia. Saat aku bicara padanya, aku berkata kalau aku tidak dapat melihat apa-apa. Nadia saat itu seperti orang panik, dia bertanya pada dokter dengan suara pelan, jadi aku tidak tahu apa yang sedang terjadi padaku.
Setelah 3 hari, ada seorang yang menjengukku dan kelepasan berkata kalau aku itu buta. Aku mulai menyerah pada hidup ini. Tapi Nadia selalu mendunkungku dan menberikan support padaku supaya aku tidak putus asa. Akhirnya aku pun bisa menjalani masa-masa yang sulit dengan hati yang tabah dan ikhlas.
1 bulan pun berlalu. Tak kusangka aku di ajak oleh orangtua ku untuk ke rumah sakit. Orangtuaku tidak memberi tahuku apa yang akan mereka lakukan padaku. Aku tertidur di sebuah ranjang di sebuah ruangan yang aku tidak tahu itu ruangan apa. Saat aku bangun, aku ternyata sudah bisa melihat dengan baik. Entah berapa lama aku tertidur. Aku tidak tahu hal itu. Dan saat aku bertanya pada orang tua ku siapa yang sudah memberikan matanya padaku, mereka hanya diam dan tak berkata sedikitpun. Aku juga bertanya tentang keberadaan Nadia. Orangtuaku juga tak menjawabnya.
1 minggu telah ku lalui tanpa adanya kabar dari Nadia. Entah di mana dia sekarang.
Saat aku pergi ke tempat waktu pertama kali aku dan Nadia berjumpa, aku tidak melihat adanya Nadia di sana. Esokny aku ke tempat itu lagi, tetapi Nadia juga tidak ada. Keesokannya lagi, pada hari Kamis, aku ke tempat itu lagi. Aku hampir hilang kekuatan untuk mencari Nadia. Pada saat aku akan menaikkan kakiku ke motor, ada mobil BMW merah yang berhenti. Ternyata Nadia keluar dari mobil itu. Tetapi kali ini ada sesuatu yang aneh padanya. Dia menggunakan tongkat dan menggunakan kacamata hitam.
Aku langsung menemuinya. Bertanya bagaimana kabarnya dan mengapa ia menggunakan tongkat dan kacamata hitam. Dia tak menjawab pertanyaan ku. Tetapi ia hanya berkata : ” Aku hanya ingin berpamitan padamu. Aku akan pindah ke luar negeri bersama orangtuaku. 1 pesanku padamu.. Jaga baik-baik mata itu. Walaupun aku jauh darimu. Aku akan selalu bersamamu di manapun kamu berada. Selamat tinggal Anton. Senang bisa berteman denganmu. Aku tidak akan melupakanmu.“
Dengan berkucuran air mata, Nadia pergi meninggalkanku.
Aku pun hanya bisa berteriak : ” akan kujaga mata ini dan aku akan selalu mengingatmu,, Semoga kita bisa bertemu kembali..”
Aku sedih karena perpisahan ini. Aku juga bingung apa aku harus senang karena aku bisa melihat lagi atau aku harus sedih karena mata yang kugunakan ini adalah mata Nadia ???
Saat ini aku hanya bisa berterima kasih.
Terima kasih Nadia. Sungguh aku takkan melupakanmu...
Selamanya...
TAMAT
SUSY VALENTINA R
0 komentar:
Posting Komentar